JAKARTA,coronatalk.org – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, mycoplasma pneumoniae bukan penyakit yang muncul baru-baru ini. Mycoplasma pneumoniae sudah ada sejak lama, bahkan sebelum pandemi virus corona melanda. “Bakteri pneumoniae mycoplasma ini bukan penyakit baru, bukan. Ini penyakit yang umumnya ada sejak dulu, sewaktu sebelum Covid itu insidennya 8,5 persen,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu dalam konferensi pers daring, Rabu (6/12/2023). Kasus mycoplasma pneumoniae belakangan jadi perhatian lantaran mengalami peningkatan di China. Muncul dugaan bahwa kenaikan kasus ini dipengaruhi oleh musim. Memang, di negara-negara Eropa, kasus mycoplasma pneumoniae umumnya muncul ketika musim panas. Namun, keterkaitan musim dengan peningkatan kasus ini masih dalam penelitian. “Kita (Indonesia) kan dari musim panas mau beralih ke hujan ada perubahan, pancaroba itu banyak orang juga batuk, beringus,” ujar Maxi
Maxi mengatakan, penanganan kasus mycoplasma pneumoniae terbilang mudah, cukup dengan antibiotik. Meski begitu, Kemenkes tetap mengimbau masyarakat untuk disiplin menerapkan perilaku hidup sehat. Sederhananya, dengan rajin mencuci tangan menggunakan sabun. Mereka yang sedang sakit juga diingatkan untuk memakai masker guna mencegah terjadinya penularan. “Kami juga mengimbau untuk teman-teman di rumah sakit, belajar dari masalah ini, seharusnya satu kali 24 jam itu segera dilaporkan,” katanya. Sejauh ini, Kemenkes mencatat, ada enam kasus mycoplasma pneumoniae di Indonesia. Dari enam kasus itu, seluruhnya merupakan anak-anak, berusia paling muda 3 tahun, dan paling besar 12 tahun.
Keenam kasus mycoplasma pneumoniae tersebut saat ini sudah sembuh. Lima dari enam pasien yang sempat terinfeksi bakteri itu sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta. Dua dari lima pasien ini menjalani rawat inap pada 12 Oktober 2023 dan 25 Oktober 2023. Sisanya, menjalani rawat jalan pada November 2023. Kemudian, satu kasus mycoplasma pneumoniae menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jakarta Woman and Children’s Clinic atau JWCC. Maxi mengungkap, enam pasien mycoplasma pneumoniae menunjukkan sejumlah gejala seperti batuk, ingus, sakit kepala, hingga sesak ringan. “Dari laporan rumah sakit yang menangani, mereka semua sudah sembuh,” ucap Maxi.
Atas temuan ini, Kemenkes melakukan tindak lanjut berupa penelusuran terhadap kemungkinan penyebaran kasus. Misalnya, menyelidiki lingkungan sekolah dan tempat tinggal pasien yang pernah terjangkit mycoplasma pneumoniae.
Langkah ini bertujuan untuk mencegah penyebaran kasus yang lebih luas. “Kita bisa melakukan tindakan preventif karena memang penularannya kompleks, jadi gampang sekali menular,” tutur Maxi. Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kenaikan kasus pneumonia yang menyerang anak-anak di China Utara. Pasien menunjukkan gejala pneumonia seperti demam, kelelahan, dan batuk. Hingga saat ini belum ada kasus kematian yang dilaporkan
Berdasarkan Komisi Kesehatan Nasional China, kenaikan kasus disebabkan oleh beberapa patogen saluran pernapasan seperti bakteri Mycoplasma pneumonia, virus influenza, dan infeksi respiratory syncytial virus (RSV) serta adenovirus. Sejauh ini belum ditemukan patogen baru yang bisa menyebabkan pneumonia pada anak.
Leave a Reply