Penyakit

VIRUS

Studi temukan bubuk protein mengandung logam beracun penyebab kanker

Jakarta (coronatalk.org) - Sebuah laporan baru-baru ini mengungkapkan fakta yang mengejutkan, hampir setengah dari produk yang diuji mengandung logam beracun yang terkait dengan kanker.

Jakarta (coronatalk.org) – Sebuah laporan baru-baru ini mengungkapkan fakta yang mengejutkan, hampir setengah dari produk yang diuji mengandung logam beracun yang terkait dengan kanker.

Dilansir dari Medical Daily, Selasa, dalam laporan studi disebutkan bahwa dari kelompok nirlaba keselamatan konsumen, Clean Label Project, mengungkapkan bahwa 47 persen bubuk protein yang diselidiki mengandung logam berat pada tingkat yang melebihi peraturan keamanan pangan pemerintah, dengan jumlah tertinggi dalam produk nabati, organik, dan rasa cokelat.

“Produk organik, secara rata-rata, menunjukkan tingkat kontaminasi logam berat yang lebih tinggi, dengan timbal tiga kali lebih banyak dan kadmium dua kali lebih banyak dibandingkan dengan produk non-organik. Bubuk protein nabati khususnya mengkhawatirkan, menunjukkan timbal tiga kali lebih banyak daripada alternatif berbasis whey, dan bubuk rasa cokelat mengandung timbal empat kali lebih banyak daripada vanila,” tulis para peneliti dalam laporan tersebut.

Baca Juga : kementerian-pertanian-ri-bentuk-satgas-penyakit-mulut-dan-kuku-nasional

Untuk memahami keseriusan situasi ini, tidak ada kadar timbal yang dianggap aman untuk dikonsumsi manusia, dan timbal maupun kadmium dikenal sebagai karsinogen.

Penelitian telah menunjukkan bahwa paparan timbal dalam kadar rendah sekalipun dapat memengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan mental pada anak-anak. Paparan kadmium kronis dikaitkan dengan penyakit ginjal, tulang, dan paru-paru.

“Kontaminan logam berat merupakan masalah keamanan pangan global. Kontaminan ini pada dasarnya ada di mana-mana, termasuk dalam hal-hal yang dianggap sebagai makanan kesehatan,” kata Jaclyn Bowen, direktur eksekutif Clean Label Project.

Temuan tersebut didasarkan pada analisis terhadap total 160 produk yang dibeli dari 70 merek bubuk protein terlaris. Namun, nama merek tidak diungkapkan dalam laporan “untuk menjaga keadilan dan konsistensi serta menghindari potensi konflik kepentingan.”

Para peneliti percaya bahwa temuan mereka berfungsi sebagai “peringatan” tidak hanya bagi konsumen, tetapi juga produsen dan pengecer.

Baca juga : waspada-virus-hmpv-merebak-di-china-kenali-gejala-dan-cara-mencegahnya

Karena tidak ada peraturan federal yang komprehensif yang secara khusus menargetkan logam berat dalam suplemen makanan, mereka mendesak semua pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan proaktif guna memastikan keamanan produk dan melindungi kesehatan masyarakat.

“Temuan Clean Label Project menyerukan tingkat transparansi baru dan standar keselamatan yang lebih ketat untuk melindungi konsumen dari paparan jangka panjang terhadap kontaminan ini,” demikian bunyi laporan tersebut.

Namun, Council for Responsible Nutrition (CRN), sebuah kelompok industri yang mewakili produsen suplemen, mengkritik laporan tersebut, dengan alasan kurangnya transparansi dalam cara ambang batas kontaminasi ditentukan dan produk dipilih.

“Tanpa kejelasan tersebut, konsumen dan pemangku kepentingan industri tidak dapat sepenuhnya mengevaluasi validitas klaim,” kata Andrea Wong, wakil presiden senior urusan ilmiah dan regulasi CRN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *