JAKARTA, coronatalk.org — Banjir membawa penderitaan bagi banyak orang. Bahkan, saat banjir surut, penderitaan belum berakhir karena adanya berbagai penyakit yang ditimbulkan. Penelitian terbaru mengungkapkan banjir menyebabkan peningkatan rawat inap di sejumlah negara akibat penyakit kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, diabetes, gangguan kesehatan mental, dan lainnya.
Studi yang menganalisis 300 juta catatan rawat inap di delapan negara rawan banjir ini dipimpin para peneliti di Monash University, Australia. Laporan hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan di jurnal Nature Water, April 2025.
Kedelapan negara itu adalah Australia, Vietnam, Brasil, Kanada, Chile, Thailand, Selandia Baru, dan Taiwan. Temuan ini mengingatkan pentingnya mengantisipasi dampak jangka panjang dari banjir mengingat banjir semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Penulis penelitian itu, Prof Yuming Guo, menyebutkan, diperkirakan 23 persen populasi global terpapar banjir. ”Akan ada peningkatan dalam hal keparahan, durasi, dan frekuensi banjir karena semakin seringnya kejadian curah hujan ekstrem dan naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global,” ujarnya dilansir dari eurekalert.org, Rabu (9/4/2025).
Peneliti menganalisis data rawat inap pada 2010-2019. Para peneliti juga mengamati 747 komunitas masyarakat di delapan negara yang mengalami banjir besar pada periode tersebut. Beberapa di antaranya berada di wilayah timur laut New South Wales di Australia, sepanjang Sungai Amazon dan wilayah selatan Brasil, cekungan Sungai Mekong di Vietnam, dan wilayah selatan Thailand.
Guo menjelaskan, beberapa dampak dari banjir, seperti tenggelam, tersengat listrik, dan hipotermia, sudah banyak diperkirakan. Namun, dibutuhkan penelitian komprehensif untuk melihat dampak yang lebih luas pada kesehatan.
Temuan ini mengingatkan pentingnya mengantisipasi dampak jangka panjang dari banjir mengingat banjir semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
”Dampak kesehatan dari banjir mungkin telah diremehkan dan akan semakin memburuk seiring perubahan iklim,” ucapnya.
Hasil penelitian itu menunjukkan peningkatan rawat inap akibat berbagai penyakit di kawasan rawan banjir. Peningkatannya beragam, seperti penyakit kardiovaskular sebesar 35 persen, penyakit pernapasan 30 persen, penyakit menular 26 persen, penyakit pencernaan 30 persen, gangguan kesehatan mental 11 persen, diabetes 61 persen, kanker 34 persen, gangguan sistem saraf 34 persen, dan penyakit ginjal 40 persen.
Banjir berdampak pada kesehatan melalui kontaminasi sistem pasokan air. Hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit pencernaan dan membantu penyebaran penyakit menular.
Memicu penyakit
Selain itu, banjir menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan jamur, bakteri, virus, dan vektor, seperti tikus dan serangga yang memicu penyakit pernapasan, pencernaan, dan infeksi. Tak jarang banjir juga memaksa evakuasi besar-besaran sehingga membuat masyarakat yang terdampak tinggal di pengungsian.
Penulis lainnya dalam penelitian itu, Prof Shanshan Li, memaparkan, ketika tempat pengungsian sementara disediakan, kekurangan fasilitas sanitasi sering kali mengakibatkan masalah kebersihan. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit pernapasan, pencernaan, dan infeksi.
”Akses dan kapasitas ke layanan kesehatan dapat terganggu setelah banjir. Ini menyebabkan keterlambatan dalam intervensi medis rutin yang meliputi dialisis untuk penyakit ginjal, kemoterapi dan radioterapi untuk kanker, dan regimen pengobatan untuk penyakit kardiovaskular, pernapasan, infeksi, pencernaan, gangguan mental, diabetes, dan gangguan sistem saraf,” ucapnya.
Leave a Reply