Penyakit

VIRUS

5 Bakteri Mematikan yang Bikin Ilmuwan Cemas, Dampaknya Begitu Fatal

Kemunculan antibiotik membawa dampak yang signifikan terhadap dunia kesehatan. Penyakit yang dulunya dianggap mematikan dan mengancam nyawa, kini bisa diatasi dengan mudah.

Kemunculan antibiotik membawa dampak yang signifikan terhadap dunia kesehatan. Penyakit yang dulunya dianggap mematikan dan mengancam nyawa, kini bisa diatasi dengan mudah.
Namun, bakteri juga berkembang biak dengan cepat dan menciptakan urutan gen baru yang resisten terhadap obat-obatan, apalagi ketika antibiotik digunakan secara terus menerus atau berlebihan.

Dikutip dari Livescience, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan infeksi akibat bakteri yang resisten terhadap antimikroba telah menelan sekitar 1,27 juta orang di seluruh dunia pada 2019. Bakteri-bakteri ini menyebabkan banyak penyakit, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang sumber daya perawatan kesehatannya terbatas.

Berikut infeksi bakteri super yang paling menakutkan di dunia.

1. Enterobacteriales
Enterobacteriales adalah ordo bakteri yang umum ditemukan di usus. Salah satu yang paling dikenal adalah Escherichia coli (E. coli). Ada pula beberapa bakteri lain, seperti Klebsiella pneumoniae, bakteri pemicu pneumonia yang sering ditemukan di rumah sakit.

Ada dua jenis Enterobacteriales yang masuk dalam daftar kritis WHO, yaitu bakteri yang resisten terhadap sefalosporin dan bakteri yang resisten terhadap karbapenem.

Jenis yang paling mengkhawatirkan adalah Enterobacteriales yang resisten terhadap sefalosporin generasi ketiga, yaitu antimikroba yang sebelumnya merupakan pilihan terbaik untuk mengobati bakteri dengan resistensi yang telah berkembang. Ketidakmampuan sefalosporin generasi ketiga untuk mengobati infeksi Enterobacteriales juga menghilangkan alat untuk mengobati infeksi otak yang disebabkan oleh bakteri ini, karena antibiotik dapat melewati sawar darah-otak.

2. Mycobacterium Tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri yang memicu tuberkulosis (TB). TB aktif dapat disembuhkan dengan pengobatan selama enam bulan menggunakan empat obat antimikroba.

Namun, beberapa jenis tuberkulosis resisten terhadap pengobatan ini. Khususnya, TB yang resisten terhadap rifampisin. Pengobatan untuk TB yang resisten terhadap rifampisin cenderung lebih rumit dan memakan waktu lebih lama dibanding TB yang tidak resisten terhadap obat.

Karena beban penyakit yang tinggi dari TB yang resisten terhadap rifampisin, WHO menilai mikroba ini sebagai masalah kritis, sehingga sangat membutuhkan antibiotik baru untuk melawannya.

3. Salmonella Enterica Typhi
Salmonella enterica Typhi adalah bakteri penyebab demam tifoid, infeksi usus serius yang menyebabkan diare, sakit perut, demam, dan sakit kepala. Penyakit ini menjadi perhatian serius di beberapa wilayah Afrika, Mediterania Timur, dan beberapa wilayah Asia Tenggara serta Pasifik Barat yang sanitasi dan akses ke perawatan medisnya buruk.

Demam tifoid dulunya dapat diobati dengan mudah menggunakan antibiotik kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol. Namun pada 1970an, muncul strain yang resisten terhadap berbagai obat-obat tersebut. Sebagai respons, dokter beralih menggunakan antibiotik fluoroquinolone.

Sayangnya, dalam beberapa dekade terakhir muncul kasus demam tifoid yang resisten terhadap Fluoroquinolone. Di beberapa wilayah, tifus hanya dapat diobati dengan antibiotik oral azitromisin. Namun, ada kekhawatiran bakteri mengembangkan resistensi terhadap obat tersebut.

4. Salmonella Non-Tifoid
Tidak semua jenis Salmonella menyebabkan tifus. Beberapa jenis Salmonella mengakibatkan gejala gastrointestinal ringan, seperti diare. Ini adalah jenis Salmonella yang terkadang diperoleh dari makanan yang kurang matang atau terkontaminasi.

Biasanya, penyakit akibat infeksi Salmonella ini akan sembuh dengan sendirinya. Namun belakangan, dokter menemukan bakteri yang resisten terhadap fluoroquinolone, antimikroba lini pertama yang digunakan untuk mengobati infeksi ini.

Sebagai gantinya, dokter beralih menggunakan antibiotik jenis ceftriaxone. Meski resistensi terhadap ceftriaxone jarang terjadi, CDC melaporkan hal ini berkembang di beberapa wilayah, khususnya Afrika sub-Sahara.

5. Staphylococcus Aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri yang dapat hidup di kulit manusia. Umumnya, bakteri ini tidak membahayakan. Tapi jika bakteri ini tumbuh tidak terkendali, infeksinya dapat menyebabkan lesi yang berisi nanah, dan bahkan memicu sepsis yang mengancam nyawa.

Staphylococcus aureus biasanya diobati dengan antibiotik methicillin. Namun, ada strain yang sudah resisten terhadap obat ini. Varian Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin dikenal juga dengan sebutan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Pada 2019, MRSA menjadi patogen resisten tunggal yang paling mematikan di dunia. Pada tahun itu saja, MRSA telah menyebabkan lebih dari 100.000 kematian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *